Sabtu, 09 November 2013

KEBUDAYAAN DI DKI JAKARTA

BUDAYA DKI JAKARTA


Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). Di dunia internasional Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town, atau lebih populer lagi The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding New York City (Big Apple) di Indonesia.
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 10.187.595 jiwa (2011). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.
Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.


ETNIS
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%).
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung.
Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang. Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.

Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal. 
 
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.

KESENIAN 
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.


Berikut gambar pakaian adat Betawi yang juga biasa dikenakan pada saat acara pernikahan:


Ada juga rumah adat daerah masyarakat Betawi, dibawah ini merupakan gambar rumah adat betawi yang kini semakin jarang kita temui di daerah DKI Jakarta :



Riwayat Ondel-ondel




Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukkan rakyat Betawi (DKI Jakarta) yang sering ditampilkan dalam pesta rakyat, nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak BALA atau gangguan Roh Halus yang gentayangan, yang selalu suatu kampung ataupun perorangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat dan atau bisa untuk arak-arakan pengantin sunat serta dalam acara-acara khusus, misalnya HUT DKI Jakarta. Betapun derasnya arus modernisasi ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota DKI Jakarta.



Ondel-ondel di jaman sekarang sudah tidak populer lagi, ondel-ondel sudah dilupakan oleh sebagian masyarakat Betawi itu sendiri. Tidak seperti tahun 70 sampai 80-an yang mana masyarakat Betawi suka sekali mengadakan pertunjukkan ondel-ondel, setiap warga Betawi kalau mengadakan Pesta Khitanan/Sunatan selalu saja ada yang memanggil ondel-ondel untuk dalam rangka memeriahkan acara tersebut (karena bocah-bocah seneng liatnya walau tampang serem) dan ada yang sudah di Khitan seminggu atau dua minggunya di ramaikan dengan arak-arakan pakai Kuda dan Ondel-Ondel Betawi. Bisa juga sebelum di Khitan di arak pakai ondel-ondel.

Ondel ondel Betawi mempunyai ciri-ciri yang sangat khas :
  1. Untuk ondel ondel pria ini berwarna merah, maksudnya atau menandakan semangat dalam keberanian sebagai seorang laki-laki dan juga gahar.
  2. Untuk ondel ondel wanitanya berwarna putih, maksudnya atau menandakan kebaikan dan kesucian.
Demikian tentang sejarah dan kebudayaan DKI Jakarta. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan pembaca.

Masrukhi/1ID07/35413341/TUGAS ILMU BUDAYA DASAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar